Rabu, 02 Desember 2009

MAKALAH MANAJEMEN TENTANG ETIKA ADMINISTRASI DI SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesejahteraan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan Nasional juga harus mampu menumbuhkan jiwa patriotic dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu, perlu di kembangkan juga iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan prilaku yang inovatif dan kreatif.
Dengan demikian itu, pendidikan Nasional diharapkan akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional di atas, berbagai kegiatan telah dilakukan, antara lain sebagai berikut:
1. Pemantapan pelaksanaan kurikulum
2. peningkatan jumlah, jenis dan mutu dalam usaha peningkatan dan pemerataan pelayanan pendidikan.
3. Peningkatan jumlah prasarana dan sarana pendidikan dalam rangka pelayanan yang merata, yang dimulai dari sekolah dasar dan selanjutnya diikuti sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah umum.
4. Peningkatan mutu prasarana dan sarana pendidikan.
5. Pengakomodasian dan implementasi sebagai kegiatan ekstrakulikuler untuk mengikutsertakan berbagai kegiatan yang bersifat kemasyarakatan, seperti Palang Merah Remaja, Kepramukaan, Kesenian, olah raga Prestasi, keterampilan dan lain-lain.
Dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional, kegiatan di atas harus di tunjang olah pelayanan administrasi sekolah yang teratur, terarah, terencana, dan berkesinambungan. Pelayanan adaministrasi sekolah yang baik akan menunjang keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar.

1.2 Tujuan

Kepala sekolah adalah administrator pendidikan di lingkungan sekolah yang dipimpinnya sebagai administrator ia harus memahami semua Komponen pendidikan di sekolah dan bagaimana cara mengelolanya di dalam penyelenggaraan keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Ia juga harus memahami bagaimana cara mendayagunakan sumber daya pendidikan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan tersebut.

BAB II
RUANG LINGKUP ETIKA ADMINISTRASI SEKOLAH


Menurut filsafat kode etik ialah pada dasarnya semua manusia yang cenderung berbuat tidak baik. Maka, jika ada manusia yang melakukan penyimpangan dari etika berarti belum mampu memahami norma, etika, disiplin, aturan, adat istiadat, dan sebagainya yang belaku disekitarnya.
Kode etik merupakan rumusan norma-norma dan nilai-nilai luhur yang menyangkut kaidah, menyangkut prilaku manusia yang baik di dalam lingkungannya.
Kedudukan kode etik adalah sebagai pedoman untuk berprilaku yang baik dan benar, namun implementasinya sangat tergantung kepada karakter masing-masing individu. Sedangkan tujuan kode etik sendiri yaitu untuk memecah sekaligus untuk menyempurnakan prilaku menyimpang dari pada nilai-nilai luhur yang ada pada manusia dalam kelompoknya. Sehingga adanya disiplin, aturan dan tata tertib yang di buat bertujuan untuk meyelamatkan manusia dalam kelompoknya supaya tidak melakukan penyimpangan prilaku.
Bahwa proses administrasi senantiasa menuntut pertanggung jawaban etis, sebagai salah satu pelaksana administrasi (administrator) sekurang-kurangnya harus memiliki etika keluarga yang baik kalau tidak ingin kehilangan wibawa di mata masyarakat. Sikap-sikapnya terhadap sesama terkandung ikut menentukan rasa respek masyarakat karena bagaimanapun ia menjadi cermin dan teladan bagi khalayak.
Dilemma yang harus dihadapi oleh administrator bukan sekedar bagaimana supaya organisasi-organisasi dapat berjualan secara efesien. Tetapi juga bagaimana upaya organisasi-organisasi itu dapat memberikan pelayanan yang memuaskan public.
Begitu juga dalam halnya proses pengadministrasian di sekolah, para Staf TU (tata usaha) yang dipimpin oleh Kaur TU dan kepala sekolah, bersama-sama untuk berusaha memberikan sebaik mungkin pelayanan kepada guru, Siswa, orang tua Siswa maupun masyarakat.
Pelayanan administrasi sekolah yang baik harus mengikuti ketentuan dan peraturan yang telah dikeluarkan olah instansi atau unit yang relevan dilingkunagan pendidikan. Agar semua sekolah dapat menyelenggrakan pendidikan dengan sebaik-baiknya maka perlu adanya petunjuk administrasi sekolah yang harus dijadikan panduan dalam pengelolaan administrasi terhadap Komponen-komponen pendidikan di sekolah untuk semua satuan, jenis dan jengjang pendidikan.
Ruang lingkup kegiatan administrasi sekolah dilihat dari segi substansinya meliputi :
1. Administrasi program pengajaran
2. Administrasi kesiswaan
3. Administrasi kepegawaian
4. Administrasi keuangan
5. Administrasi perlengkapan / sarana dan prasarana
6. Administrasi tata persuratan dan kearsipan
7. Administrasi laboratorium
8. Administrasi perpustakaan dan
9. Administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat
Jika dilihat dari segi pengelolaan, administrasi sekolah mencakup perencanaan (planning,) pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (Controling).
Pengorganisasian suatu sekolah bergantung pada jenis, tingkat dan sifat sekolah. Dalam struktur organisasi sekolah terlihat adanya hubungan dan Mekanisme kerja antara kepala sekolah, guru, Siswa dan pegawai Tata Usaha sekolah serta pihak lain di luar sekolah.
Koordinasi, integrasi dan siukronisasi kegiatan-kegiatan pendidikan harus diselenggarakan oleh kepala sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah, Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi kegiatan-kegiatan yang terarah memerlukan pendekatan dan pengadministrasian yang baik.

BAB III
FUNGSI DAN TUGAS SEKOLAH DAN MENGELOLA SEKOLAH


A. Fungsi dan Tugas Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) pendidikan jalur sekolah, secara garis besar memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Melaksanakan pendidikan di sekolah selama jangka waktu tertentu sesuai dengan jenis, jenjang dan sifat sekolah tersebut.
2. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
3. Melaksanakan bimbingan dan konseling bagi Siswa si sekolah.
4. Membina Organisasi Intra Sekolah (Osis).
5. Melaksanakan urusan tata usaha.
6. Membina kerjasama dengan orang tua, masyarakat dan instansi terkait.
7. Bertanggung jawab kepada Kepala Kontor Wilayah Departemen pendidikan dan Kebudayaan di Propinsi melalui Kepala Kantor Inspeksi/Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya.
Dalam rangka melaksanakan kegiatannya, sekolah dipimpin oleh kepala sekolah.

B. Fungsi dan Tugas Pengelola Sekolah
Pengelola sekolah terdiri dari :

1. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai educator, manajer, administrator, dan supervisor (EMAS).
a. Kepala sekolah sebagai educator bertugas melaksanakan proses Pembelajaran secara efektif dan efesien.
b. Kepala sekolah selaku manajer mempunyai tugas:
1. menyusun perencanaan
2. mengorganisasikan kegiatan
3. mengarahkan kegitan
4. mengkoordinasikan kegiatan
5. melaksanakan pengawasan
6. melakukan evaluasi terhadap kegiatan
7. menentukan kebijaksanaan
8. mengadakan rapat
9. mengambil keputusan
10. mengatur proses belajar mengajar
11. mengatur administrasi
- ketatausahaan
- Siswa
- Ketenagaan
- Sarana dan prasarana
- Keuangan/RAPBS
12. mengatur Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
13. mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instalasi terkait
c. Kepala Sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan administrasi.
1) perencanaan
2) pengorganisasian
3) pengarahan
4) pengkoordinasikan
5) pengawasan
6) kurikulum
7) Kesiswaan
8) Ketatausanaan
9) Ketenagaan
10) Kantor
11) Keuangan
12) Perpustakaan
13) Laboratorium
14) Ruang keterampilan/Kesenian
15) Bimbingan konseling
16) UKS
17) OSIS
18) Sebaguna
19) Media
20) Gudang
21) 7 K
d. Kepala Sekolah selaku supervisor bertugas menyelenggarakan supervise mengenai:
1) proses belajar mengajar
2) kegiatan bimbingan dan konseling
3) kegiatan ekstrakulikuler
4) kegiatan ketatausahaan
5) kegiatan kerjasama dengan masyarakat dan instalasi terkait
6) sarana dan prasarana
7) kegiatan OSIS
8) kegiatan 7 K
Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Kepala Sekolah dapat mendelegasikan kepada Wakil Kepala Sekolah.

2. Wakil Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah pada SMU adalah 1 (satu) orang. Untuk itu dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan paling banyak 4 orang.
Wakil Kepala Sekolah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana, pembuatan program kegiatan dan program kegiatan
b. Pengorganisasian
c. Pengarahan
d. Ketenagaan
e. Pengkoordinasian
f. Pengawasan
g. Penilaian
h. Identifikasi dan pengumpulan
i. Penyusunan laporan
Wakil Kepala Sekolah pada Sekolah Menengah Umum membantu Kepala Sekolah dalam urusan-urusan sebagai berikut:
a. Urusan Kurikulum
1) menyusun program pengajaran
2) menyusun Pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran
3) menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan umum serta Ujian Akhir.
4) Menerapkan criteria Persyaratan naik/tidak naik dan criteria kelulusan
5) Mengatur jadwal penerimaan buku Laporan Penilaian Hasil Belajar dan STTB
6) Mengkoordinasikan dan mengerahkan Penyusunan satuan pelajaran
7) Menyusun loporan pelaksanaan pelajaran
8) Membina kegiatan MGMP
9) Membina kegiatan sanggar PKG/MGMP/Media
10) Menyusun laporan pendayagunaan sanggar PKG/MGMP/Media
11) Melaksanakan pemilihan guru teladan
12) Membina kegiatan lomba-lomba bidang akademis, seperti: LPIR, LKIR, IMO, IPHO/TOFI, mengarang dan lain-lain
b. Urusan Kesiswaaan
1) menyusun program pembinaan Kesiswaan
2) melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan Siswa/OSIS dalam rangka menegakan disiplin dan tata tertib sekolah serta pemilihan pengurus OSIS
3) membina pengurus OSIS dalam berorganisasi
4) menyusun program dan jadwal pembinaan Siswa secara berkala dan incidental
5) membina dan melaksanakan Koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban, kerindangan keindahan dan kekeluargaan (6K)
6) melaksanakan pemilihan calon Siswa teladan dan calon siswa penerima behasiswa
7) mengadakan pemilihan siswa untuk mewakili sekolah dalam kegiatan di luar sekolah
8) mengatur mutasi Siswa
9) menyusun program kegiatan ekstrakurikuler
10) menyusun loporan pelaksanaan kegiatan Kesiswaan secara berkala.
c. Urusan Hubungan Masyarakat
1) mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan orang tua/wali Siswa
2) membina hubungan antar sekolah dengan BP3
3) membina mengembangkan hubungan antara sekolah dan lembaga pemerintah, dunia usaha, dan lembaga sosial lainnya
4) menyusun laporan pelaksanaan hubungan masyarakat secara berkala
d. Urusan Sarana dan Prasarana
1) menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana
2) mengkoordinasikan pendayagunaan sarana dan prasarana
3) pengelola pembiayaan alat-alat pengajaran
4) menyusun laporan pelaksanaan urusan sarana dan prasarana secara berkala

3. Guru (Tugas Guru)
Guru bertanggung jawab kepada kelapa sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efesien. Tugas dab tanggung jawab guru meliputi:
a. membuat program pengajaran
1) Analisis Materi Pelajaran (AMP)
2) Program Tahunan/Cawu
3) Program Rencana Pelajaran (Satpel)
4) Program Rencana Pengajaran (RP)
5) Program Mingguan Guru
6) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
b. melaksanakan kegiatan Pembelajaran
c. melaksanakan kegiatan Penilaian belajar, ulangan harian, catur wulan/tahunan
d. melaksanakan analisis hasil ulangan harian
e. menyusun dan membimbing guru dalam kegiatan proses belajar mengajar
f. membuat alat pelajaran/alat peraga
g. menciptakan karya seni
h. membuat alat pelajaran/alat pelajaran

4. Wali Kelas
Wali Kelas membantu Kepala Sekolah dalam kegitan-kegiatan sebagai berikut:
a. pengelolaan kelas
b. penyelenggaraan administrasi kelas yang meliputi
1) denah tempat duduk siswa
2) papan absensi Siswa
3) daftar pelajaran Siswa
4) daftar kelas Siswa
5) buku absensi kelas
6) buku kegiatan Pembelajaran/buku kelas
7) tata tertib kelas
c. Penyusunan/pembuatan statistik bulanan Siswa
d. Pengisian daftar kumpulan nilai Siswa (legger)
e. Pembuatan rencana khusus tentang Siswa
f. Pencatatan mutasi Siswa
g. Pengisian buku Laporan Penelitian Hasil Belajar
h. Pembagian buku Laporan Penilaian Hasil Belajar

5. Ketua musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di sekolah
Ketua MGMP di sekolah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan program dan pengembangan mata pelajaran sejenis
b. Koordinasi penggunaan ruang sarana
c. Koordinasi kegiatan guru-guru mata pelajaran sejenis
d. Pelaksanaan kegiatan membimbing guru dalam proses belajar mengajar

6. Guru Bimbingan Konseling
Guru bimbingan dan konseling membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. menyusun program pelaksanaan bimbingan dan konseling
b. menlakukan Koordinasi dengan wali kelas dalam rang kan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh Siswa tentang kesulitan belajar
c. memberikan layanan bimbingan kepada Siswa agar lebih berprestasi dalam kegiatan belajar
d. memberikan saran dan pertimbangan kepada Siswa dalam memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang sesuai
e. mengadakan Penilaian pelaksanaan dan bimbingan konseling
f. menyusun statistik hasil Penilaian bimbingan dan konseling
g. melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar
h. menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut bimbingan dan konseling
i. mengikuti kegiatan musyawarah Guru Bimbingan (MGP)
j. menyusu laporan pelaksanaan bimbingan dan konseling

7. Pustakawan Sekolah
pustakawan sekolah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. merencanakan pengadaan buku/bahan pustaka/media elektronika
b. mengurus pelayanan perpustakaan
c. merencanakan pengembangan perpustakaan
d. memelihara dan perbaikan buku-buku/bahan pustaka/media elektronik
e. menginventarisasi dan mengadministrasikan buku-buku/bahan pustaka/media elektronika;
f. menyimpan buku-buku perpustakaan/media elektronika;
g. menyusun tata tertib perpustakaan;
h. menyusun pelaporan pelaksanaan

8. Kordinator Pengelola Laboratorium/Ruang Media Belajar Koordinator Pengelola membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan pengadaan alat dan bahan laboratorium IPA, Bahasa, Komputer, dan Media Belajar;
b. Mangkordinasikan jadwal dan tata tertib pendayagunaan/pemenfaatan laboratorium/ruang media belajar secara terpadu;
c. Menyusu dan mengkordinasikan program tugas setiap Penanggung jawab Pengelola Laboratorim dan Media Belajar;
d. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan laboratorium dan Media belajar

9. Pengelola Laboratorium/Penanggung jawab Pengelola Laboratorium Pengelola laboratorium membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan pengadan alat dan bahan laboratorium;
b. Menyusun jadwal dan tata tertib penggunaan laboratorium:
c. Menyusun program tugas-tugas laboran:
d. Mengatur menyimpan dan daftar alat-alat laboratorium;
e. Memelihara dan perbaikan alat-alat laboratorium;
f. Menginventarisasi dan mengadministrasikan alat-alat laboratorium; dan
g. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan laboratorium.
10. Kepala Tata Usaha Sekolah
Kepala Tata Usaha Sekolah bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan sekolah meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Menyusun program tata usaha sekolah:
b. Mengelola keuangan sekolah;
c. Mengurus administrasi ketenagaan dan Siswa;
d. Membina dan pengembangan karir pegawai tata usaha sekolah;
e. Menyusun administrasi perlengkapan sekolah;
f. Menyusun dan penyajian data/statistik sekolah;
g. Mengkordinasikan dan melaksanakan 6K;
h. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pengurusan ketatausahaan secara berkala.

11. Laboran Laboratorium IPA (Fisika, Biologi, dan Kimia).
Laboran Laboratorium IPA membantu Kepala Sekolah dan Penanggung jawa/Guru Pengelola Laboratorium Fisika, Biologi dan Kimia dalam kegiatan sebagai berikut :
a. Merencanakan keadaan alat-alat/bahan kimia laboratorium IPA(Fisika, Biologi, dan Kimia)
b. Membantu dan menyusun jadwal tata tertib pendayagunaan laboratorium IPA (Fisika, Biologi, dan Kimia);
c. Menyusun program kegiatan Laboran;
d. Mengatur Pembersihan, Pemeliharaan, perbaikan, dan menyimpan alat-alat/bahan-bahan Kimia Laporan IPA;
e. Menginventarisasi dan mengadministrasiakan alat-alat/bahan Kimia laboran IPA;
f. Menyusun laporan pendaya gunaan/pemanfaatan laborstorium IPA;

12. Teknis Laboratorium Bahasa
Teknis Laboratorium Bahasamembantu Kepala Sekolah dan penanggung jawab/Guru pengelola Laboratorium Bahasa dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut ;
a. Merencanakan pengadaan alat-alat media;
b. Membantu menyusun jadwal dan tata tertib Pendayagunaan Laboratorium Bahasa;
c. Menyusun program kegiatan teknisi laboratorium bahasa;
d. Mengatur penyimpanaan, pemeliharaan, dan perbaikan alat-alat laboratorium bahasa;
e. Mengantisivasi dan mengadministrasikan alat-alat laboratorium bahasa; dan
f. Menyusun laporan pendayagunaan/pemanfaatan laboratorium bahasa

13. Teknisi Laboratirium Komputer/Akutansi
Teknisi laboratorium computer/akutansi membantu Kepala Sekolah dan penanggungjawab/guru pengelola laboratorium computer/akutansi dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. mengadakan pengadaan alat-alat computer baik perangka keras maupun lunak
b. membantu menyusun jadwal dan tata tertib pendayagunaan /pemanfaatan computer
c. menyusun program kegiatan teknisi laboratorium computer
d. mengatur menyimpan, memelihara, dan perbaikan alat-alat computer
e. menginventasikan dan mengadministrasikan alat-alat/perangkat computer

14. Teknisi Media
Teknisi media membantu kepala sekolah dalam rangka kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Merencanakan pengadaan alat-alat media
b. merencanakan jadwal dan tata tertib penggunaan media
c. menyusunprogram kegiatan teknisi media
d. mengatur penyimpanan, pemeliharaan dan perbaikan alat-alat media
e. mnginventasikan dan mengadministrasikan alat-alat media
f. menyusun laporan pemanfaatan alat-alat media

BAB IV
PENUTUP


Tugas administrasi terkadang begitu rumit sehingga tanpa kecermatan dan kehati-hatian seorang administrasi akan tergelincir dan melakukan tindakan penyelewengan tanpa di sadari.
Maka dari itu etika berperan sebagai pedoman untuk berprilaku yang baik dan benar. Karena tidak di pungkiri kalau manusia punya Kehendak dan ego masing-masing. Dalam memberikan pelayanan jika tidak disadari oleh keiklasan dan kesadaran dari akan tugas dan tanggung jawab tentu kepentingan dan keinginan pribadi yang lebih diutamakan.
Dengan adanya etika dan petunjuk dalam administarsi diharapkan semua dapat berperan yang baik dalam tugas dan tanggung jawab melayani public/masyarakat, yaitu bekerja dengan hati nurani dan sesuai tufoksinya.

Analisis Situasi Sekolah dalam Pengembangan KTSP

A. Rasional

Kurikulum Tingkat Sekolah (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing sekolah. KTSP ini dikembangkan sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan. Pengembangan KTSP oleh sekolah sesuai dengan situasi dan konteks yang dimilikinya. Akan tetapi, sekolah tetap harus mengacu pada lingkup standar nasional pendidikan yang ada, sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Keleluasaan sekolah dalam mengembangkan KTSP tentu harus diikuti dengan analasis situasi sekolah untuk mencapai lingkup standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan, di antaranya Standar Isi (SI)dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam Permendiknas no 23 tahun 2006. Hasil analisis tersebut merupakan dasar pijakan untuk menentukan kedalaman dan keluasan target-target yang ditetapkan, budaya yang akan dibangun, tujuan yang ingin dicapai, serta isi dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan bermutu di sekolah tersebut. Pencapaian tujuan pendidikan bermutu tersebut sesuai dengan UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 5, yaitu “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Penyusunan dan pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru (BSNP, 2006: 33). Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: analisis sekolah, penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian (cf. BSNP, 2006: 33).

B. Tujuan

Tujuan Analisis Situasi Sekolah adalah (1) memperoleh gambaran nyata kondisi sekolah dan (2) memperoleh gambaran nyata situasi sekolah

C. Analisis Konteks

Analisis konteks dalam pelaksanaan penyusunan KTSP berwujud evaluasi diri (self evaluation) terhadap sekolah. Hal itu dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats ). Dalam hal ini dapat diterapkan kajian lingkungan internal untuk memahami strengths atau kekuatan dan weaknesses atau kelemahan, serta kajian lingkungan eksternal untuk mengungkap opportunities atau peluang dan threats atau tantangan. Adapun analisis konteks melalui SWOT terdiri atas hal-hal sebagai berikut (cf. BSNP, 2006: 32):
1. Visi, misi, dan tujuan sekolah
2. Identifikasi SI dan SKL
3. Kajian internal atau kondisi sekolah (kekuatan dan kelemahan) yang meliputi: (1) peserta didik, (2) pendidik dan tenaga kependidikan, (3) sarana dan prasarana, (4) biaya, (5) program-program
4. Kajian eksternal atau situasi sekolah (peluang dan tantangan) yang dilihat dari masyarakat dan lingkungan sekolah yang meliputi: (a) komite sekolah, (b) dewan pendidikan, (c) dinas pendidikan, (d) asosiasi profesi, (e) dunia industri dan dunia kerja, (f) sumber daya alam dan sosial budaya.
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing

1. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
Penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah akan sangat berperan bagi pengembangan sekolah di masa depan. Visi dan misi saling berkaitan. Visi (vision) merupakan gambaran (wawasan) tentang sekoah yang diinginkan di masa jauh ke depan.
Misi (mission) ditetapkan dengan mempertimbangkan rumusan penugasan (yang merupakan tuntutan tugas “dari luar”) dan keinginan “dari dalam” (yang antara lain berkaitan dengan visi ke masa depan dan situasi yang dihadapi saat ini. Misi sebuah sekolah perlu mempertimbangkan misi induknya (dinas pendidikan kabupaten/kota). Misi diperjelas dan dijabarkan dengan tujuan sekolah (goals).
Tujuan sekolah seharusnya tidak betentangan dengan visi dan misi sekolah yang sudah ditetapkan. Perumusan tujuan harus nyata dan terukur.
Deskripsi visi, misi, tujuan seharusnya (1) tidak bertentangan dengan visi, misi, tujuan dinas pendidikan dan koheren dengan renstra depdiknas, (2) mencerminkan dengan jelas kebutuhan lokal dan nasional atau bahkan internasional berkaitan dengan kemampuan lulusan, (3) jelas bagi pihak-pihak yang berminat, ketercapaian tujuan dapat diamati, ditunjukkan dan dapat diuji secara objektif, dipersepsi sebagai sesuatu yang berharga oleh seluruh pihak yang berminat, realistis, (4) secara tersurat ada prioritas menghasilkan peserta didik yang bermutu.

2. Identifikasi SI dan SKL
Para pendidik di sekolah perlu melakukan identifikasi SI dan SKL. Identifikasi dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: membaca secara saksama, memahami, mengkaji, dan membedah SI dan SKL. Hal itu perlu dilakukan supaya penerapan SI dan SKL di sekolah dan terutama dalam pembelajaran benar-benar baik.

3. Situasi Internal atau Kondisi Sekolah
a. Peserta Didik
Analisis terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik dapat dilihat dari input awal dan saat pembelajaran. Analisi ini meliputi rata-rata kemampuan akademik peserta didik, minat, dan bakat peserta didik. Jadi, analisis peserta didik meliputi analisis kemampuan akademik dan nonakademik.
b. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Analisis terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dimaksudkan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya manusia yang dimiliki oleh sekolah. Analisis ini perlu dilakukan agar KTSP yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kemampuan sekolah dan dapat dilaksanakan secara maksimal. Dalam melakukan identifikasi, setidaknya perlu diperoleh informasi mengenai: jumlah pendidik dan rinciannya, kelayakan fisik dan mental pendidik, latar belakang pendidikan dan/atau sertifat keahlian, kompetensi pendidik (pedagogik, kepribadian, profesional, sosial), rata-rata beban mengajar pendidik, rasio pendidik dan peserta didik, minat pendidik dalam pengembangan profesi, jumlah tenaga kependidikan dan rinciannya, kelayakan fisik dan mental tenaga kependidikan, jenis keahlian, latar belakang tenaga kependidikan, dan minat tenaga kependidikan dalam pengembangan profesi.
c. Sarana dan Prasarana
Analisis atas sarana yang dimiliki oleh sekolah meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.(SNP pasal 42 ayat 1).
Perabot di antaranya meliputi meja, kursi, papan tulis yang ada di setiap kelas. Peralatan meliputi peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain (cf. SNP pasal 43). Media pendidikan di antaranya alat peraga, OHP, LCD, slide, gambar yang mendukung ketercapaian pembelajaran. Yang termasuk dalam buku dan sumber belajar di antaranya adalah bahan cetakan baik jurnal, buku teks, maupun referensi; lingkungan; media cetak maupun elektronik; narasumber. Adapun bahan habis pakai meliputi bahan-bahan yang digunakan dalam praktik pembelajaran. Analisis terhadap kekuatan dan kelemahan semua sarana itu meliputi kepemilikan, kelayakan, jumlah, dan kondisi sarana yang ada.
Analisis atas prasarana meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan sekolah, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (SNP pasal 42 ayat 2). Analisis terhadap kekuatan dan kelemahan prasarana di sekolah meliputi keberadaannya, rasio banyaknya, kelayakannya, dan kebersihannya.
d. Biaya
Analisis biaya sesuai dengan pasal 62 tentang standar pembiayaan dalam SNP. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
• gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
• bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
• biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Analisis terhadap pembiayaan di sekolah mengarah pada kelemahan dan kekuatan pembiayaan di sekolah tersebut terhadap pengembangan dan pelaksanaan KTSP
e. Program-program
KTSP disusun oleh sekolah untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Analisis terhadap kekuatan dan kelemahan program-program meliputi: program pendidikan (antara lain: pemilihan mata pelajaran muatan nasional dan muatan lokal, pemilihan kegiatan pengembangan diri, penentuan pendidikan kecakapan hidup, penentuan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global), program pembelajaran, program remedial, dan program pengayaan.
Ada atau tidaknya program, keterlaksanaan, serta kesesuaian program dengan kebutuhan dan potensi yang ada di sekolah/ daerah merupakan analisis yang sangat diperlukan untuk mengembangkan KTSP.

4. Kondisi Masyarakat dan Lingkungan Sekolah
a. Komite Sekolah
Komite sekolah/madrasah merupakan pihak yang ikut berlibat dalam penyusunan KTSP di samping narasumber dan pihak lain yang terkait. Adapun tim penyusun KTSP terdiri atas pendidik, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota.
Pada tahap akhir, komite sekolah juga harus memberikan pertimbangan terhadap penyusunan KTSP. Dalam BSNP (2006: 5) disebutkan, pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, dalam SNP Pasal 51 ayat 2 dinyatakan bahwa pengambilan keputusan pada sekolah dasar dan menengah di bidang nonakademik dilakukan oleh komite sekolah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Selain itu, komite sekolah juga memutuskan pedoman struktur organisasi sekolah dan biaya operasional sekolah. Komite sekolah juga memberikan masukan tentang tata tertib sekolah, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana. Pimpinan sekolah dan komite sekolah juga melakukan pemantauan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sekolah. Adapun pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala sekolah kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah. Berdasarkan hal-hal itulah, analisis terhadap peluang dan tantangan dari pihak komite sekolah/madrasah perlu dilakukan untuk mengembangkan KTSP.
b. Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikaan beranggotakan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Dalam penyusunan KTSP, dewan pendidikan berperan sebagai lembaga yang dapat ikut memantau dan mengevaluasi pelaksanaan KTSP. Berdasarkan hal itulah, analisis terhadap kepedulian dewan pendidikan perlu dilakukan untuk semakin memantapkan pengembangan KTSP.
c. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan kabupaten/kota bertugas melakukan koordinasi dan supervisi terhadap pengembangan KTSP SMP. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Dalam hal ini, dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri atas para pendidik berpengalaman di bidangnya. Analisis terhadap peluang dan tantangan yang ada di dinas pendidikan perlu dilakukan guna pengembangan KTSP.
d. Asosiasi Profesi
Ada beberapa asosiasi profesi secara umum yang ikut mendukung profesionalisme pendidik. Akan tetapi, secara lebih khusus, asosiasi profesi untuk para pendidik/guru mata pelajaran di SMP terwujud dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang meliputi MGMP sekolah, kabupaten/kota, dan provinsi. MGMP dapat berperan pula sebagai tim yang menyusun silabus mata pelajaran tertentu. Keberadaan tim ini akan sangat membantu pengembangan KTSP. Peluang dan tantangan atas keberadaan MGMP perlu dianalisis untuk pengembangan KTSP.
e. Dunia Industri dan Dunia Kerja
Salah satu prinsip pengembangan KTSP adalah relevan dengan kebutuhan kehidupan. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan (BSNP, 2006).
Selain itu, KTSP disusun dengan memperhatikan berbagai hal, di antaranya adalah dunia industri dan dunia kerja serta perkembangan ipteks. Dalam KTSP, rencana kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Dalam hal ini, dunia indsutri di sekitar sekolah dapat diberdayakan untuk menunjang program pendidikan sekolah yang bersangkutan. Contoh: di dekat sekolah ada industri kerajinan, peserta didik dapat melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai kompetensi dasar sesuai konteks industri kerajinan tersebut. Berdasarkan hal-hal itulah, analisis terhadap peluang dan tantangan dunia industri dan dunia kerja di lingkungan sekolah perlu dilakukan untuk pengembangan KTSP.
f. Sumber Daya Alam dan Sosial Budaya
KTSP disusun dengan memperhatikan berbagai hal, di antaranya adalah keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan; kondisi sosial budaya masyarakat setempat; kesetaraan gender. Pada dasarnya, setiap daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, KTSP harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah. Sumber daya alam yang ada di lingkungan serta aspek sosial budaya yang berlaku di tempat sekolah tersebut berada, dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pelaksanaan penyusunan KTSP.
Sekolah yang berada di daerah pantai, dapat memanfaatkan aspek kelautan sebagai peluang dan tantangan untuk mengembangkan potensi peserta didik. Pendidik dapat mengajarkan dan mengajak peserta didik menanam bakau untuk menahan abrasi pantai. Ini merupakan salah satu contoh pembelajaran untuk memahami alam sekitar dan sekaligus mengatasi tantangan alam.
Selain itu, KTSP harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain. Agar peluang dan tantangan yang tersedia di alam sekitar dan ada di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dapat dimanfaatkan secara maksimal serta dapat memberikan nilai tambah bagi perkembangan peserta didik, diperlukan upaya identifikasi dengan memperhatikan berbagai hal, antara lain: keterjangkauan jarak, waktu, dan biaya; kesesuaian dengan visi, misi, dan tujuan sekolah; ketersediaan dan kemampuan SDM dalam mengelola sekolah; kebermanfaatan aspek sosial budaya bagi peserta didik di masa kini dan yang akan datang. Pada sisi lain, KTSP juga harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan gender.
Berdasarkan hal itulah, analisis terhadap peluang dan tantangan sumber daya alam dan sosial budaya lingkungan sekolah perlu dilakukan untuk mengembangkan KTSP.

D. Pengembangan Instrumen

Analisis terhadap situasi sekolah dilakukan dengan menggunakan instrumen analisis. Instrumen yang digunakan bisa menggunakan model check list ataupun skala. Satuan pendidikan harus menyiapkan instrumen tersebut sebagai panduan pengambilan data.

Contoh Instrumen model check list

Dunia Industri/kerajinan



E. Analisis Instrumen

Data yang telah diperoleh dianalisis. Hasil analisis tersebut diklasifikasi atas peluang atau tantangan yang akan menjadi kesimpulan pengambilan keputusan

Contoh



F. Pemanfaatan Hasil Instrumen

Berdasarkan hasil analisis yang telah diperoleh , satuan pendidikan mengembangkan program yang terkait dalam pengembangan KTSP.
Contoh pemanfaatan
1. Bila kesimpulan dunia industri/kerajinan menjadi peluang, satuan pendidikan dapat memutuskan bahwa dunia industri/kerajinan menjadi alternatif acuan kompetensi untuk dikembangkan dalam mata pelajaran muatan lokal atau sebagai sumber belajar dalam pendidikan berbasis keunggulan lokal.
2. Bila kesimpulan dunia industri/kerajinan menjadi tantangan, satuan pendidikan dapat memutuskan bahwa dunia industri/kerajinan menjadi acuan kompetensi untuk dikembangkan dalam mata pelajaran muatan lokal atau sebagai sumber belajar dalam pendidikan berbasis keunggulan lokal, tetapi dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Jarak dunia industri/kerajinan jauh, tentu tantangan satuan pendidikan untuk menyediakan biaya transportasi ke tempat dunia usaha/industri tersebut. Selain itu, satuan pendidikan mempunyai tantangan untuk membina hubungan baik dengan dunia industri tersebut.

G. Penutup

Pada prinsipnya, KTSP untuk pendidikan dasar dikembangkan oleh setiap sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
Dalam pengembangan KTSP ini, analisis situasi sekolah sangat perlu dilakukan sehingga KTSP yang dikembangkan benar-benar didasarkan pada kondisi dan situasi sekolah (di samping didasarkan pula pada prinsip-prinsip pengembangan KTSP). KTSP yang dikembangkan berdasarkan analisis situasi sekolah diharapkan akan benar-benar mencerminkan upaya peningkatan kondisi internal yang ada di sekolah yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program lainnya. Di samping itu, KTSP yang baik harus dikembangkan atas dasar analisis peluang dan tantangan situasi eksternal yang berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar, yang meliputi: komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.

Konsep Dasar Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional

1. Pengertian

Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori mandiri (SKM) harus menerapkan sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing (Chandramohan, 2006).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per minggu selama 16 minggu per semester. Pada SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri.
Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang dicapai.

2. Karakteristik

Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester.
Dari ciri tersebut Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi :

a. Dukungan Internal:
• Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua.
• Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian.
• Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer.
• Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir. (e) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir

b. Dukungan Eksternal
Untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS.


Sumber:

Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Memperbaiki Mutu Pendidikan melalui Team Work

Istilah “Team” merujuk kepada suatu kelompok yang bekerja sama untuk mencapai suatu misi atau tujuan tertentu. Team memiliki bentuk, misi, dan durasi yang beragam. Karolyn J. Snyder and Robert H. Anderson (1986) mengidentifikasi dua tipe team, yaitu team permanen dan team sementara. Team permanen mengkhususkan dalam fungsi tertentu yang dilakukan secara berkelanjutan. Sedangkan, team sementara merupakan team yang diorganisasikan hanya untuk kepentingan dan tujuan jangka pendek yang kemudian dapat dibubarkan kembali, setelah pekerjaan selesai. Biasanya bertugas menangani proyek yang bersifat sementara.
Dengan mengutip pemikiran Cunningham and Gresso, Oswald (1996) mengemukakan dua faktor esensial dalam suatu team yang dapat semakin memantapkan budaya team (culture team), yaitu: bonding (ikatan) dan cohesiveness (kesatupaduan). Bonding akan memastikan bahwa anggota team memiliki komitmen yang kuat, misalnya terhadap waktu, pengetahuan, keterampilan dan energi untuk mencapai tujuan team. Team yang terikat akan lebih enthusias, loyal kepada organisasi dan team itu sendiri. Para anggota dapat memulai proses pengikatan ini pada saat pertemuan (rapat) pertama kali, mereka menentukan tujuan, peran, dan tanggunggjawab individu dan kelompok. Cohesiveness (kesatupaduan) didefinsiikan oleh Cunningham dan Gresso sebagai rasa kebersamaan dalam kelompok, yang ditandai oleh adanya rasa memiliki dan keterkaitan diantara sesama anggota.
Langkah awal untuk membentuk sebuah team yang baik adalah setiap anggota terlebih dahulu harus memahami tujuan dan misi team secara jelas. Setiap anggota seharusnya mampu menjawab pertanyaan “ Mengapa saya berada disini”, demikian dikemukakan oleh Margot Helphand (1994). Berikutnya, menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing anggota. Dalam hal ini, Yadi Heryadi mengemukakan beberapa peran penting dalam suatu Team :
1. Pencatat yaitu anggota Team yang bertugas mendokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan oleh Team, termasuk mencatat hal-hal penting hasil rapat-rapat, serta membuat notulen rapat-rapat.
2. Pencatat Waktu yaitu anggota Team yang bertugas mengingatkan Team berjalan sesuai jadwal.
3. Penjaga Gawang yaitu anggota Team yang bertugas menyemangati anggota Team yang lain sehingga terjadi keseimbangan partisipasi seluruh anggota, dan
4. Devil’s advocate yaitu anggota Team yang pandangannya berbeda dengan pandangan anggota Team yang lain, sehingga isu isu yang ada dilihat dari berbagai sisi.
Dalam sebuah team work perlu adanya seorang ketua atau pemimpin yang bertugas untuk mengendalikan seluruh kegiatan team, baik dalam perencanaan, pengimplementasian, maupun penilaian. Ketua bisa dipilih oleh anggota atau ditunjuk oleh pihak yang memiliki kewenangan.
Yadi Haryadi mengetengahkan tentang ciri-ciri ketua dan anggota team yang baik.
Ciri-ciri ketua team yang baik adalah:
• Bekerja sesuai konsensus
• Berbagi secara terbuka dan secara otentik dalam hal perasaan, opini, pendapat, pemikiran, dan persepsi seluruh anggota Team terhadap masalah dan kondisi
• Memberi kesempatan anggota dalam proses pengambilan keputusan
• Memberi kepercayaan penuh dan dukungan yang nyata terhadap anggota Team
• Mengakui masalah yang terjadi sebagai tanggung jawabnya keteam bang menyalahkan orang lain
• Pada waktu mendengarkan pendapat orang lain, berupaya untuk mendengar dan menginterpretasikan pendapat orang dari sudut pandang yang lain
• Berupaya mempengaruhi anggota dengan cara mengikutsertakan mereka dalam berbagai isu
Sedangkan ciri-ciri anggota team yang baik adalah:
• Memberi semangat pada anggota Team yang lain untuk berfkembang
• Respek dan toleran terhadap pendapat berbeda dari orang lain
• Mengakui dan bekerja melalui konflik secara terbuka
• Memperteam bangkan dan menggunakan ide dan saran dari orang lain
• Membuka diri terhadap masukan (feedback) atas perilaku dirinya
• Mengerti dan bertekad memenuhi tujuan dari Team
• Tidak memposisikan diri dalam posisi menang atau kalah terhadap anggota Team yang lain dalam melakukan kegiatan
• Memiliki kemampuan untuk mengerti apa yang terjadi dalam Team
Larry Lozette mengemukakan tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan team, yaitu : (1) anggota tidak memahami tujuan dan misi team, (2) anggota tidak memahami peran dan tanggung jawab yang dipikulnya, (3) anggota tidak memahami bagaimana mengerjakan tugas atau bagaimana bekerja sebagai bagian dari suatu team, (4) anggota menolak peran dan tanggung jawabnya.
Penerapan konsep Team Work dalam pendidikan, khususnya di sekolah akan muncul dalam berbagai bentuk. Snyder and Anderson, menyebutkan bahwa team work di sekolah, dapat berbentuk team manajemen (management team) yang akan membantu kepala sekolah dalam pengambilan keputusan atau memecahkan masalah-masalah yang muncul di sekolah. Atau mungkin muncul dalam bentuk team khusus, yang mengerjakan tugas-tugas khusus pula, seperti: team pengembang kurikulum, team bimbingan dan konseling dan sebagainya, yang intinya team-team tersebut dibentuk untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan pendidikan di sekolah.
Selain itu penerapan konsep team work dalam pendidikan dapat digunakan kepentingkan peningkatan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru, misalnya melalui kegiatan Penelitian Tindakan Kelas, Lesson Study, atau supervisi.
Konsep team work telah diadopsi pula sebagai bagian dari strategi pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan Collaborative Teamwork Learning, yaitu suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk untuk mengembangkan kemampuan siswa bekerja secara kolaboratif dalam Team.
Terdapat beberapa alasan pentingnya penerapan konsep team work di sekolah diantaranya : (1) dengan berusaha melibatkan setiap orang dalam proses pengambilan keputusan, maka diharapkan setiap orang akan dapat lebih bertanggung jawab dalam mengimplementasikan setiap keputusan yang diambil, (2) setiap orang dapat saling belajar tentang berbagai pemikiran inovatif dari orang lain secara terus menerus, (3) informasi dan tindakan akan lebih baik jika datang dari sebuah kelompok dengan sumber dan keterampilan yang beragam, (4) memungkinkan terjadinya peningkatan karena setiap kesalahan yang terjadi akan dapat diketahui dan dikoreksi, dan (5) adanya keberanian mengambil resiko karena adanya kekuatan kolektif dari kelompok.


Sumber :

Sandra A. Howard (1999) Guiding Collaborative Teamwork in The Classroom.
Online : http://www.uncwil.edu/cte/et/articles/howard/
Lori Jo Oswald. (1996) Work Teams in Schools. ERIC Digest 103
Online : http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/Home
Yadi Haryadi (tt). Team Work. (Bahan Presentasi Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah)
M. Asrori. Collaborative Teamwork Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa Bekerja secara Kolaboratif dalam Tim.
Online : http://www.depdiknas.go.id/

13 Ciri-Ciri Sekolah Bermutu

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim (2006) mengidentifikasi 13 ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu:
1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya..
4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.
5. sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya
6. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
8. Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horozontal.
10. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
11. Sekolah memnadang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
12. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
13. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan


Sumber:

Sudarwan Danim. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara

Konsep Visi Sekolah

Penerapan konsep manajemen strategis di sekolah menuntut setiap sekolah untuk dapat menetapkan dan mewujudkan visi yang hendak dicapai dari sekolah tersebut secara eksplisit. Namun, sayangnya upaya perumusan visi yang terjadi di sekolah-sekolah kita saat ini terkesan masih latah (stereotype) dan sekedar pengulangan dari nilai dan prioritas nasional. Dari beberapa sekolah yang pernah penulis amati, pada umumnya perumusan visi sekolah cenderung menggunakan rumusan dua kata yang hampir sama yaitu “prestasi” dan “iman-taqwa”, Memang bukahlah hal yang keliru jika sekolah hendak mengusung visi sekolah dengan merujuk pada kedua nilai tersebut. Tetapi jika perumusannya menjadi seragam, kurang spesifik serta kurang inspirasional mungkin masih patut untuk dipertanyakan kembali.
Boleh jadi, hal ini mengindikasikan adanya kesulitan tersendiri dari sekolah (pemimpin dan warga sekolah sekolah yang bersangkutan) untuk merumuskan visi yang paling tepat bagi sekolahnya, baik kesulitan yang terkait tentang pengertian dasar dari visi itu sendiri maupun kesulitan dalam mengidentifikasi dan merefleksi nilai-nilai utama yang hendak dikembangkan di sekolah.
Dalam perspektif manajemen, visi sekolah memiliki arti penting terutama berkaitan dengan keberlanjutan (sustainability) organisasi sekolah itu sendiri, Tanpa visi, organisasi dan orang-orang di dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke masa depan dan tidak memiliki komitmen (Foreman, 1998).
Saat ini tidak sedikit sekolah yang berjalan secara stagnan dan bahkan terpaksa harus gulung tikar, hal ini sangat mungkin dikarenakan tidak memiliki visi yang jelas alias asal-asalan atau setidaknya tidak berusaha fokus dan konsisten terhadap visi yang dicita-citakannya.
Visi bukanlah sekedar slogan berupa kata-kata tanpa makna bahkan bukan sekedar sebuah gambaran kongkrit yang diberikan oleh pimpinan sekolah, melainkan sebuah rumusan yang dapat memberikan klarifikasi dan artikulasi seperangkat nilai (Hopkins, 1996). Menurut Block (1987), visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan dan merupakan sebuah ekspresi optimisme dalam organisasi. Bennis and Nanus (1985) mengartikan visi sebagai pandangan masa depan yang realistis, kredibel, dan menarik, yang didalamnya tergambarkan cara-cara yang lebih baik dari cara yang sudah ada sebelumnya.
Memperhatikan pendapat para ahli di atas, tampak bahwa untuk menetapkan visi sekolah kiranya tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi terlebih dahulu diperlukan pengkajian yang mendalam. Perumusan visi yang tepat harus dapat memberikan inspirasi dan memotivasi bagi seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk bekerja dengan penuh semangat dan antusias. Menurut Blum dan Butler (1989) visi sangat identik dengan perbaikan sekolah.
Visi merupakan ciri khas peran kepemimpinan dan upaya untuk pembentukan visi sekolah sangat bergantung pada pemimpin sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini pemimpin sekolah dituntut untuk dapat mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengkomunikasikan nilai-nilai utama yang terkandung dalam visi sekolah kepada seluruh warga sekolah, agar dapat diyakini bersama dan diwujudkan dalam segala aktivitas keseharian di sekolah sehingga pada gilirannya dapat membentuk sebuah budaya sekolah.
Kendati demikian, dalam pembentukan visi sekolah tidak bisa dilakukan secara “top-down” yang bersifat memaksa warga sekolah untuk menerima gagasan dari pemimpinnya (kepala sekolah) yang hanya membuat orang atau anggota membencinya dan merasa enggan untuk berpartisipasi di dalamnya . Foreman (1998) mengingatkan bahwa visi tidak bisa dipaksakan dan dimandatkan dari atas. Pembuatan visi adalah tentang keterlibatan kepentingan dan aspirasi pihak lain.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan upaya pembentukan visi ini, Beare et.al. (1993) menawarkan beberapa pedoman dalam pembentukan visi, yaitu:
1. Visi seorang pemimpin sekolah mencakup gambaran tentang masa depan sekolah yang diinginkan.
2. Visi akan membentuk pandangan pemimpin sekolah tentang apa yang menyebabkan keutamaan atau keunggulan sekolah.
3. Visi seorang pemimpin sekolah juga mencakup gambaran masa depan sekolah yang diinginkan di mata sekolah lain dan masyarakat secara umum.
4. Visi seorang pemimpin juga mencakup gambaran proses perubahan yang diinginkan berdasarkan masa depan terbaik yang hendak dicapai.
5. Masing-masing aspek visi pendidikan dalam sekolah merefleksikan asumsi-asumsi, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang berbeda-beda tentang (a) watak dan sifat manusia; (b) tujuan pendidikan dalam sekolah; (c) peran pemerintah, keluarga, masyarakat terhadap pendidikan dalam sekolah; (d) pendekatan-pendekatan dalam pengajaran dan pembelajaran; dan (e) pendekatan-pendekatan terhadap manajemen perubahan.
Dengan demikian, akan terbentuk visi pendidikan dalam sekolah yang kompetitif dan merefleksikan banyak hal yang mencakup perbedaan-perbedaan asumsi, nilai dan keyakinan.

Sumber:

Adaptasi dari Bush dan Coleman. 2008. Kepemimpinan Pendidikan: Manajemen Strategis (ter. Fahrurruzi). Jogjakarta: IRCiSoD.

Profil Manajer dan Pemimpin Pendidikan yang Dibutuhkan Saat ini

Untuk menghadapi tantangan dan permasalahan pendidikan nasional yang amat berat saat ini, mau tidak mau pendidikan harus dipegang oleh para manajer dan pemimpin yang sanggup menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, baik pada level makro maupun mikro di sekolah.
Merujuk pada pemikiran Rodney Overton (2002) tentang profil manajer dan pemimpin yang dibutuhkan saat ini, berikut ini diuraikan secara singkat tentang 20 profil manajer dan pemimpin pendidikan yang yang dibutuhkan saat ini.

1. Mampu menginspirasi melalui antusiasme yang menular.

Pendidikan harus dikelola secara sungguh-sungguh, oleh karena itu para manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat menunjukkan semangat dan kesungguhan di dalam melaksanakan segenap tugas dan pekerjaanya. Semangat dan kesungguhan dalam bekerja ini kemudian ditularkan kepada semua orang dalam organisasi, sehingga mereka pun dapat bekerja dengan penuh semangat dan besungguh-sungguh.

2. Memiliki standar etika dan integritas yang tinggi.

Penguasaan standar etika dan integritas yang tinggi oleh para manajer atau pemimpin pendidikan tidak hanya terkait dengan kepentingan kepemimpinan dalam organisasi, namun juga tidak lepas dari hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah usaha untuk menciptakan manusia-manusia yang memiliki standar etika dan kejujuran yang tinggi. Oleh karena itu, pendidikan sudah seharusnya dipegang oleh para manajer (pemimpin) yang memiliki standar etika dan kejujuran yang tinggi, sehingga pada gilirannya semua orang dalam organisasi dapat memiliki standar etika dan kejujuran yang tinggi.

3. Memiliki tingkat energi yang tinggi.

Mengurusi pendidikan sebenarnya bukanlah mengurusi hal-hal yang sifatnya sederhana, karena didalamnya terkandung usaha untuk mempersiapkan suatu generasi yang akan mengambil tongkat estafet kelangsungan suatu bangsa.di masa yang akan datang. Kegagalan pendidikan adalah kegagalan kelanjutan suatu generasi. Untuk mengurusi pendidikan dibutuhkan energi dan motivasi yang tinggi dari para manajer dan pemimpin pendidikan. Pendidikan membutuhkan manajer (pemimpin) yang memiliki ketabahan, daya tahan (endurance) dan pengorbanan yang tinggi dalam mengelola pendidikan.

4. Memiliki keberanian dan komitmen

Saat ini pendidikan dihadapkan pada lingkungan yang selalu berubah-ubah, yang menuntut keberanian dari para manajer (pemimpin) pendidikan untuk melakukan perubahan-perubahan agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan yang ada. Selain itu, pendidikan membutuhkan manajer (pemimpin) yang memiliki komitmen tinggi terhadap pekerjaannya. Kehadirannya sebagai manajer (pemimpin) benar-benar dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan organisasi, yang didasari rasa kecintaannya terhadap pendidikan.

5. Memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan bersikap nonkonvensional.

Saat ini permasalahan dan tantangan yang dihadapi pendidikan sangat kompleks, sehingga menuntut cara-cara penyelesaian yang tidak mungkin hanya dilakukan melalui cara-cara konvensional. Manajer (pemimpin) pendidikan yang memiliki kreativitas tinggi akan mendorong terjadinya berbagai inovasi dalam praktik-praktik pendidikan, baik pada tataran manjerialnya itu sendiri maupun inovasi dalam praktik pembelajaran siswa.

6. Berorientasi pada tujuan, namun realistis

Tujuan pendidikan berbeda dengan tujuan-tujuan dalam bidang-bidang lainnya. Oleh karena itu, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus memahami tujuan-tujuan pendidikan. Di bawah kepemimpinnanya, segenap usaha organisasi harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen beserta seluruh substansinya. Pencapaian tujuan pendidikan disusun secara realistis, dengan ekspektasi yang terjangkau oleh organisasi, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi.

7. Memiliki kemampuan organisasi yang tinggi

Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang melibatkan banyak komponen, yang di dalamnya membutuhkan upaya pengorganisasian secara tepat dan memadai. Bagaimana mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada, bagaimana mengoptimalkan kurikulum dan pembelajaran, bagaimana mengoptimalkan sumber dana, dan bagaimana mengoptimalkan lingkungan merupakan hal-hal penting dalam pendidikan yang harus diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga menuntut kemampuan khusus dari para manajer (pemimpin) pendidikan dalam mengorganisasikannya.

8. Mampu menyusun prioritas

Begitu banyaknya kegiatan yang harus dilakukan dalam pendidikan sehingga menuntut para manajer (pemimpin) pendidikan untuk dapat memilah dan memilih mana yang penting dan harus segera dilaksanakan dan mana yang bisa ditunda atau mungkin diabaikan. Kemampuan manajer (pemimpin) pendidikan dalam menyusun prioritas akan terkait dengan efektivitas dan efisiensi pendidikan.

9. Mendorong kerja sama tim dan tidak mementingkan diri sendiri, upaya yang terorganisasi.

Kegiatan dan masalah pendidikan yang sangat kompleks tidak mungkin diselesaikan secara soliter dan parsial. Manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, baik yang berada dalam lingkungan internal maupun eksternal. Demikian pula, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat mendorong para bawahannya agar dapat bekerjasama dengan membentuk team work yang kompak dan cerdas, sekaligus dapat meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi.


10. Memiliki kepercayaan diri dan memiliki minat tinggi akan pengetahuan.


Masalah dan tantangan pendidikan yang tidak sederhana, menuntut para manajer (pemimpin) pendidikan dapat memiliki keyakinan diri yang kuat. Dalam arti, dia meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dia juga memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sosial, moral maupun intelektual. Keyakinan diri yang kuat bukan berarti dia lantas menjadi seorang yang “over confidence”, mengarah pada sikap arogan dan menganggap sepele orang lain.. Di samping itu, sudah sejak lama pendidikan dipandang sebagai kegiatan intelektual. Oleh karena itu, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat menunjukkan intelektualitas yang tinggi, dengan memiliki minat yang tinggi akan pengetahuan, baik pengetahuan tentang manajerial, pengetahuan tentang perkembangan pendidikan bahkan pengetahuan umum lainnya.

11. Sesuai dan waspada secara mental maupun fisik.

Tugas dan pekerjaan manajerial pendidikan yang kompleks membutuhkan kesiapan dan ketangguhan secara mental maupun fisik dari para manajer pendidikan. Beban pekerjaan yang demikian berat dan diluar kapasitas yang dimilikinya dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik. Agar dapat menjalankan roda organisasi dengan baik, seseorang manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat menjaga dan memelihara kesehatan fisik dan mentalnya secara prima. Selain itu, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat memperhatikan kesehatan mental dan fisik dari seluruh anggota dalam organisasinya.

12. Bersikap adil dan menghargai orang lain.

Dalam organisasi pendidikan melibatkan banyak orang yang beragam karakteristiknya, dalam kepribadian, keyakinan, cara pandang, pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan sebagainya. Kesemuanya itu harus dapat diperlakukan dan ditempatkan secara proporsional oleh manajer (pemimpin). Manajer (pemimpin) pendidikan harus memandang dan menjadikan keragaman karakteristik ini sebagai sebuah kekuatan dalam organisasi, bukan sebaliknya.

13. Menghargai kreativitas

Untuk meningkatkan mutu pendidikan dibutuhkan sentuhan kreativitas dari semua orang yang terlibat di dalamnya. Tidak hanya menajer (pemimpin) yang dituntut untuk berfikir kreatif, tetapi semua orang dalam organisasi harus ditumbuhkan kreativitasnya. Pemikiran kreatif biasanya berbeda dengan cara-cara berfikir pada umumnya. Dalam hal ini, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat mengakomodasi pemikiran-pemikiran kreatif dari setiap orang dalam organisasi, yang mungkin saja pemikiran-pemikiran itu berbeda dengan sudut pandang yang dimilikinya.

14. Menikmati pengambilan resiko.

Tatkala keputusan untuk berubah dan berinovasi telah diambil dan segala resiko telah diperhitungkan secara cermat. Namun dalam implementasinya, tidak mustahil muncul hal-hal yang berasa di luar dugaan sebelumnya, maka dalam hal ini, manajer (pemimpin) pendidikan harus tetap menunjukkan ketenangan, keyakinan dan berusaha mengendalikan resiko-resiko yang muncul. Jika memang harus berhadapan dengan sebuah kegagalan, manajer (pemimpin) pendidikan harus tetap dapat menunjukkan tanggung jawabnya, tanpa harus mencari kambing hitam dari kegagalan tersebut. Selanjutnya, belajarlah dari pengalaman kegagalan tersebut untuk perbaikan pada masa-masa yang akan datang..

15. Menyusun pertumbuhan jangka panjang

Kegiatan pendidikan bukanlah kegiatan sesaat, tetapi memiliki dimensi waktu yang jauh ke depan. Seorang manajer (pemimpin) pendidikan memang dituntut untuk membuktikan hasil-hasil kerja yang telah dicapai pada masa kepemimpinannya, tetapi juga harus dapat memberikan landasan yang kokoh bagi perkembangan organisasi, jauh ke depan setelah dia menyelesaikan masa jabatannya. Kecenderungan untuk melakukan praktik “politik bumi hangus” harus dihindari. Yang dimaksud dengan “politik bumi hangus” disini adalah praktik kotor yang dilakukan manajer (pemimpin) pendidikan pada saat menjelang akhir jabatannya, misalnya dengan cara menghabiskan anggaran di tengah jalan, atau merubah struktur organisasi yang sengaja dapat menimbulkan chaos dalam organisasi, sehingga mewariskan masalah-masalah baru bagi manajer (pemimpin) yang menggantikannya.

16. Terbuka terhadap tantangan dan pertanyaan.

Menjadi manajer (pemimpin) pendidikan berarti dia akan dihadapkan pada sejumlah tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, merentang dari yang sifatnya ringan hingga sangat berat sekali. Semua itu bukan untuk dihindari atau ditunda-tunda tetapi untuk diselesaikan secara tuntas.

17. Tidak takut untuk menantang dan mempertanyakan.

Selain harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sudah ada (current problems) secara tuntas, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus memiliki keberanian untuk memunculkan tantangan dan permasalahan baru, yang mencerminkan inovasi dalam organisasi. Dengan demikian, menjadi manajer (pemimpin) pendidikan tidak hanya sekedar melaksanakan rutinitas dan standar pekerjaan baku, tetapi memunculkan pula sesuatu yang inovatif untuk kemajuan organisasi.

18. Mendorong pemahaman yang mendalam untuk banyak orang.

Kegiatan pendidikan menuntut setiap orang dalam organisasi dapat memahami tujuan, isi dan strategi yang hendak dikembangkan dalam organisasi. Manajer (pemimpin) pendidikan berkewajiban memastikan bahwa setiap orang dalam organisasi dapat memahaminya secara jelas, sehingga setiap orang dapat memamahi peran, tanggung jawab dan kontribusinya masing-masing dalam organisasi. Selain itu, manajer (pemimpin) pendidikan harus dapat mengembangkan setiap orang dalam organisasi untuk melakukan perbuatan belajar sehingga organisasi pendidikan benar-benar menjadi sebuah learning organization.

19. Terbuka terhadap ide-ide dan pandangan baru.

Pandangan yang keliru jika pendidikan dipandang sebagai sebuah kegiatan monoton dan rutinitas belaka. Pendidikan harus banyak melahirkan berbagai inovasi yang tidak hanya dibutuhkan untuk kepentingan pendidikan itu sendiri tetapi juga kepentingan di luar pendidikan. Untuk dapat melahirkan inovasi, manajer (pemimpin) pendidikan harus terbuka dengan ide-ide dan pandangan baru, baik yang datang dari internal maupun eksternal, terutama ide dan pandangan yang bersumber dari para pengguna jasa (customer) pendidikan.

20. Mengakui kesalahan dan beradaptasi untuk berubah.

Asumsi yang mendasarinya adalah manajer (pemimpin) pendidikan adalah manusia, yang tidak luput dari kesalahan. Jika melakukan suatu kesalahan, seorang manajer (pemimpin) pendidikan harus memiliki keberanian untuk mengakui kesalahannya tanpa harus mengorbankan pihak lain atau mencari kambing hitam. Lakukan evaluasi dan perbaikilah kesalahan pada masa-masa yang akan datang. Jika memang kesalahan yang dilakukannya sangat fatal, baik secara moral, sosial, maupun yuridis atau justru dia terlalu sering melakukan kesalahan mungkin yang terbaik adalah adanya kesadaran diri bahwa sesungguhnya dia tidak cocok dengan tugas dan pekerjaan yang diembannnya, dan itulah pilihan yang terbaik bagi dirinya dan organisasi.

Peningkatan Mutu Guru Sekolah Dasar

PENDAHULUAN

Ketika Krisis Moneter pada tahun 1997 memukul Indonesia dan membuat bangsa Indonesia terpelanting dari posisi yang cukup lumayan dalam arena internasional kembali ke tempat yang penuh penderitaan dan kemiskinan, kita diingatkan betapa lemah dan rawan keadaan kita. Pukulan ekonomi menimbulkan dampak politik yang tidak sederhana. Berkembang berbagai perubahan yang tidak diduga sebelumnya. Ada yang menguntungkan seperti terjadinya Reformasi dan berakhirnya kekuasaan otoriter, tetapi juga ada yang mempersulit kehidupan bangsa seperti timbulnya gejala disintegrasi nasional. Hingga kini belum jelas bagaimana akhir dari proses perubahan itu.
Umat manusia belum lepas dari kenyataan bahwa yang lemah menjadi korban yang kuat. Dalam globalisasi persaingan antar-bangsa sangat tajam dan kejam. Pihak lemah adalah bangsa yang kurang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kurang mampu memperoleh dan mengendalikan informasi dan kurang dapat membangun kemampuan ekonomi yang kuat dan merata di seluruh rakyatnya. Pihak yang kuat terus berusaha melebarluaskan dominasinya dengan menaklukkan yang lemah, tidak semata-mata dengan menggunakan keunggulan fisiknya melainkan dengan cara yang canggih dan memanfaatkan segala metoda yang dapat dipikirkan. Semua dilakukan dengan dalih dan semboyan muluk seperti menegakkan demokrasi dan hak azasi manusia.
Untuk mencegah dan melawan itu semua bangsa kita harus sanggup menjadi bangsa yang kuat. Itu berarti membangun kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengatur perolehan dan penggunaan informasi yang tepat, dan sanggup membangun ekonomi nasional yang membuat seluruh bangsa sejahtera dan maju.
Hanya dengan pendidikan kekuatan bangsa itu dapat terwujud, terutama pendidikan yang bermutu. Kita sekarang mau tidak mau harus berpikir mengenai perjuangan antar-bangsa yang terjadi di ruangan kelas atau the battle of the classroom. Kelangsungan hidup bangsa atau the survival of the nation adalah syarat mutlak untuk perwujudan berbagai tujuan yang luhur seperti terbentuknya Masyarakat Madani. Dan itu mustahil tanpa peningkatan mutu pendidikan nasional dan khususnya pendidikan sekolah serta perluasan jangkauannya sehingga mencapai jumlah orang Indonesia yang makin banyak.
Usaha peningkatan mutu pendidikan sekolah dan perluasan jangkuaannya terutama ditentukan oleh peran Guru. Sebab itu pelaksanaan Seminar ini yang membicarakan peningkatan profesional dan kesejahteraan Guru sangat penting bagi masa depan pendidikan sekolah, tetapi juga amat besar artinya bagi masa depan bangsa Indonesia.
Kita menghadapi masalah Guru pada berbagai tingkat pendidikan sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Lanjutan Atas, masing-masing dengan persoalannya sendiri. Berhubung dengan keterbatasan waktu maka pembicaraan dan makalah ini hanya akan menyoroti masalah Guru Sekolah Dasar. Meskipun seluruh proses pendidikan nasional sangat penting bagi masa depan bangsa, perbaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) merupakan landasan mutlak bagi seluruh pendidikan sekolah di Indonesia.

KRITERIA GURU SD YANG BAIK

Pendidikan yang diberikan di SD amat penting bagi pendidikan selanjutnya. Pada umur anak yang sekolah SD terbentang peluang paling baik untuk mengembangkan dan memotivasi timbulnya berbagai kemampuan yang amat mendasar. Sebaliknya apabila terjadi pendidikan yang menumpulkan pikiran dan perasaan anak didik SD, hasilnya yang negatif amat sukar diperbaiki pada pendidikan selanjutnya.
Di negara mana saja kita melihat bahwa pada pendidikan di SD menonjol fungsi Guru Kelas, yaitu Guru yang bertanggungjawab atas kelas tertentu dan mengajarkan semua mata pelajaran yang ditetapkan untuk kelas itu. Tentu pengaturan demikian ada maksudnya yang telah kita alami semua ketika menjadi murid SD. Anak pada tahap permulaan penguasaan ilmu pengetahuan lebih mudah mencernakan pelajaran, apabila ia merasakan bahwa yang mengajar adalah seorang yang dekat kepadanya. Guru Kelas yang setiap hari selama berjam-jam berada bersama dengan murid kelasnya menimbulkan rasa kedekatan itu. Selain itu Guru Kelas memperkuat perasaan itu dengan menunjukkan sikap bahwa ia memang ingin dekat dengan setiap murid kelasnya. Ini memerlukan pengetahuan Guru Kelas tentang psikologi dan terutama aplikasinya. Sudah semestinya pendidikan mengandung kemampuan memimpin secara efektif.
Kemudian Guru Kelas harus menguasai ilmu pengetahuan yang mendasari semua mata pelajaran yang harus diajarkan. Itu melebar dari ilmu sosial, ilmu bahasa, geografi, sejarah, biologi, matematika, fisika hingga olahraga. Hanya pendidikan agama sebaiknya tidak diberikan oleh Guru Kelas, karena di dalam kelas pasti ada murid yang berbeda agamanya. Meskipun ada Guru Agama tersendiri, namun Guru Kelas tetap mempunyai kewajiban untuk memperkuat pendidikan budi pekerti kepada anak didiknya.
Mungkin tidak ada mata pelajaran budi pekerti secara khusus, namun budi pekerti ditumbuhkan pada anak didik melalui setiap mata pelajaran yang diajarkan. Hal ini tidak membebaskan para orang tua murid dari keharusan memberikan pendidikan budi pekerti dan pembentukan karakter kepada anaknya. Sebab orang tua mempunyai tanggungjawab utama dalam pembentukan budi pekerti dan ahlak, sedangkan pendidikan budi pekerti di sekolah memperkuat dan merupakan bantuan. Bagaimana pun juga anak SD, khususnya dari kelas 1 hingga kelas 3, bagian terbesar waktunya berada di lingkungan keluarga. Namun untuk membantu para orang tua dalam kewajiban itu para Guru Kelas sebaiknya memelihara hubungan dekat dengan orang tua muridnya dan memberikan saran serta nasehat bagaimana sebaiknya para orang tua melakukan pendidikan budi pekerti kepada mereka.
Namun penguasaan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari perkembangannya yang bukan main cepat dan intensif. Oleh sebab itu pendidikan di SD sekarang dan di masa depan juga terpengaruh oleh hal itu. Para pakar pendidikan menilai bahwa tidak mungkin seorang Guru Kelas mempunyai kedalaman penguasaan ilmu yang memadai untuk mengajarkan semua mata pelajaran pada kelas 4 hingga kelas 6 SD dengan mutu tinggi. Karena itu dianggap perlu adanya Guru Mata Pelajaran mulai kelas 4. Guru Mata Pelajaran diperlukan untuk mengajarkan matematika, fisika, biologi, geografi dan olahraga. Di samping itu ada Guru Agama yang mengajar agama sejak murid di kelas 1. Guru Kelas tetap diperlukan untuk mengajarkan bahasa serta sejarah dan untuk membimbing serta mengawasi setiap kelas. Guru Mata Pelajaran harus sungguh-sungguh menguasai pengajaran mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam mengajarkan mata pelajaran mereka melakukan pendidikan budi pekerti secara tidak langsung. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Guru MP mengajarkan lebih dari satu mata pelajaran, umpama Guru MP fisika adalah sekali gus Guru MP matematika. Akan tetapi harus dijamin bahwa ia benar-benar menguasai pengajaran kedua mata pelajaran.
Karena terjadi proses pertumbuhan anak dalam penguasaan ilmu pengetahuan, maka murid kelas 1 hingga kelas 3 memerlukan Guru Kelas yang dapat diandalkan kemampuannya dalam mendekati dan berhubungan dengan anak. Pada umumnya kita melihat bahwa Guru Wanita yang perasaannya lebih berkembang merupakan Guru Kelas yang lebih baik untuk kelas 1 hingga kelas 3 ketimbang Guru Pria. Sekalipun wanita mereka juga harus mampu mengajar olahraga kepada murid kelas 1 hingga kelas 3. Pada tingkat itu pelajaran olahraga relatif sederhana dibandingkan dengan pelajaran untuk kelas 4 hingga kelas 6. Guru Kelas untuk kelas 4 hingga kelas 6 dapat terdiri dari pria maupun wanita, sesuai prestasi, kemampuan dan kondisi sekolah. Dengan gambaran demikian dapat diperoleh kesimpulan bahwa penentuan Guru Kelas untuk kelas 1 hingga kelas 3 memerlukan seleksi yang cukup saksama. Sebab itu tidak dapat dikatakan bahwa Guru Kelas pada kelas tersebut lebih rendah rankingnya dibandingkan Guru MP dan Guru Kelas tingkat atas. Bahkan dalam kenyataan di beberapa SD di dalam dan luar negeri Guru Kelas tingkat bawah justru Guru yang lebih senior. Pengalamannya mengajar membuatnya lebih mampu dan efektif mendidik anak-anak yang masih pada tahap permulaan penguasaan ilmu.
Selain ada pendidikan yang kurikuler, yaitu dilakukan selama jam sekolah resmi, sebaiknya juga diadakan program ekstra-kurikuler di luar jam resmi. Para Guru Kelas dan Guru MP perlu menunjukkan kegiatan untuk menjadikan program ekstra-kurikuler itu bermutu dan bermanfaat bagi murid. Umpama saja dapat diadakan latihan cabang olahraga yang lebih intensif ketimbang selama jam pelajaran, seperti membentuk perkumpulan sepakbola sekolah. Dapat pula diadakan pelajaran bahasa asing yang diikuti secara sukarela. Juga kegiatan Pramuka dan hal-hal yang bersangkutan dengan kesenian dapat dilakukan dalam jam ekstra-kurikuler itu. Pelaksanaan program ekstra-kurikuler pada umumnya memberikan hasil yang sangat bermanfaat bagi perkembangan anak.

PENDIDIKAN GURU SD

Kemajuan umat manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh besar terhadap pendidikan Guru SD. Selama masa kolonial Belanda Guru SD dibentuk melalui pendidikan lanjutan atas dan dapat menghasilkan kinerja yang bermutu tinggi. Seperti sekolah HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) dan HKS (Hogere Kweekschool) yang merupakan pendidikan bagi Guru untuk SD di masa itu.
Akan tetapi sekarang pendidikan Guru SD tidak cukup hanya dengan pendidikan lanjutan atas. Ideal adalah kalau Guru SD adalah Sarjana Satu (S 1) lulusan pendidikan tinggi kependidikan. Akan tetapi mengingat jumlah anak usia SD yang begitu banyak di Indonesia yang memerlukan banyak SD, maka tak mungkin pendidikan Guru SD secara sistem dilakukan melalui pendidikan Sarjana 1 yang berlangsung selama 4 tahun.
Yang paling baik adalah membuat lembaga pendidikan Guru seperti yang dilakukan di banyak negara. Lembaga yang disebut Teachers College itu berlangsung selama 2 tahun setelah lulus SMU. Kita dapat mengikuti langkah demikian dan menamakan lembaga pendidikan Guru itu Akademi Pendidikan Guru (APG). APG mempunyai fungsi mendidik dan membentuk Guru SD, khususnya Guru Kelas. Sedangkan Guru Mata Pelajaran diambil dari mereka yang lulus pendidikan Guru Kelas dan kemudian memperdalam mengenai mata pelajaran tertentu. Untuk membuat kurikulum APG, ada baiknya kita mengambil kurikulum Teachers College negara tetangga seperti Malaysia sebagai bahan perbandingan.
Guru SD dan khususnya Guru Kelas memerlukan pembentukan kepribadian untuk dapat menjalankan fungsi pendidikan yang disertai kemampuan memimpin. Oleh sebab itu APG harus merupakan pendidikan yang disertai kehidupan berasrama penuh selama 2 tahun. Telah terbukti bahwa pendidikan yang disertai asrama (boarding school) memberikan kemungkinan lebih banyak untuk membentuk kepemimpinan. Sebaiknya APG dilakukan dengan cara coeducation, yaitu pria dan wanita bersama-sama. Untuk itu pengasramaan harus dilakukan sesuai dengan keperluan.
Guru SD lulusan APG yang telah menjalankan kewajiban mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun berturut-turut dan menunjukkan kinerja yang tinggi dapat diberikan kesempatan untuk melanjutkan studinya dengan mengambil status Sarjana 1 di perguruan tinggi yang mempunyai fakultas ilmu pendidikan. Guru-guru yang demikian akan baik untuk mengajar di SLTP dan setelah itu di SLTA.
Kalau IKIP masih diadakan, maka lulusannya juga dapat diangkat menjadi Guru SD apabila mereka berminat. Akan tetapi karena nampaknya ada kecenderungan untuk menjadikan semua IKIP lembaga pendidikan berstatus universitas, maka masih dipertanyakan apakah lulusannya cukup banyak yang berminat menjadi guru, khususnya Guru SD. Sebaliknya Guru SD hasil pendidikan APG merupakan kader pendidikan yang bermanfaat sekali bagi seluruh jenjang pendidikan sekolah. Akan tetapi untuk SLTP dan SLTA dapat pula direkrut Sarjana yang bukan Sarjana Pendidikan dan berminat menjadi guru dalam mata pelajaran yang mereka dalami disiplin ilmunya. Seperti seorang Sarjana Teknik lulusan ITB yang berminat menjadi Guru Matematika, Fisika atau Kimia di SLTP atau SLTA. Agar dapat mengajar dengan efektif mereka perlu mengikuti kursus yang melatih mereka mengajar. Namun karena orang seperti itu terbatas jumlahnya, lulusan APG dengan pengalaman baik sebagai Guru SD akan sangat penting dan besar perannya untuk SLTP dan SLTA masa depan.
Ada masalah penting yang perlu kita perhatikan, yaitu bahwa dengan perkembangan teknologi juga terjadi perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Teknologi informasi menjadi sangat berkembang dengan makin majunya peran komputer. Sekarang saja sudah ada negara tetangga kita yang melihat keharusan untuk mengubah metoda pendidikannya. Malaysia umpamanya telah menetapkan bahwa pada tahun 2020 berlaku apa yang dinamakan Smart School System, yaitu sistem pendidikan yang menjadikan murid pusat kegiatan pendidikan dan bukan Guru. Itu dimungkinkan karena penggunaan komputer secara luas, sedangkan Guru berfungsi sebagai fasilitator. Sudah sejak tahun 1998 Malaysia mengadakan pilot project sebanyak 100 sekolah meliputi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (di Malaysia SLTP dan SLTA menjadi satu selama 5 tahun ). Meskipun Indonesia masih harus memusatkan perhatian kepada cara pendidikan yang tradisional, tetapi kiranya sudah harus mulai memperhatikan perkembangan baru itu. Sebab itu termasuk dalam rangka the battle of the classroom yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dalam konsep baru itu peran Guru berbeda dari sebelumnya. Oleh sebab itu harus mulai dipikirkan perubahan dalam pendidikan Guru. Maka kita menghadapi masalah yang cukup rumit. Di satu pihak kita harus memperbaiki mutu pendidikan SD dengan memperbaiki pendidikan Guru SD dengan cara tradisional. Untuk itu saja kita sekarang masih cukup jauh dari tingkat yang memuaskan. Di pihak lain kita harus bersiap-siap untuk melakukan pendidikan Guru SD yang memberikan kepada Guru kemampuan untuk berperan secara efektif dalam pendidikan yang bertitikberat pada murid dengan komputernya.

PENGARUH KESEJAHTERAAN TERHADAP MUTU GURU SD

Seorang idealis banyak manfaatnya bagi masyarakat. Akan tetapi sayangnya jumlah idealis selalu sangat terbatas dan tidak sesuai dengan keperluan masyarakat. Kebanyakan orang bersikap sebagai realis, sekalipun tidak meninggalkan idealisme.
Oleh sebab itu adalah satu illusi untuk mengharapkan prestasi Guru SD yang tinggi kalau tidak ada cukup perhatian terhadap kesejahteraan Guru yang memadai. Selama Guru SD hanya menerima gaji resmi yang cukup untuk hidup setengah bulan saja, maka ia tidak dapat diharapkan menunjukkan prestasi yang tinggi. Sebab ia tentu harus berpikir untuk memperoleh biaya hidup buat sisa bulan yang belum tertutup oleh gajinya. Mungkin ia mengajar di tempat lain atau melakukan pekerjaan lain yang tak ada sangkut pautnya dengan mengajar. Akibatnya adalah bahwa ia tidak dapat memusatkan perhatiannya kepada pekerjaan mengajar di sekolah di mana ia ditugaskan.
Akan tetapi dampak dari rendahnya kesejahteraan Guru SD jauh lebih luas dari itu. Tidak akan ada keinginan dalam masyarakat, khususnya di lingkungan murid SMU, untuk masuk lembaga pendidikan Guru dan menjadi Guru, apalagi Guru SD. Sehingga yang menjadi Guru SD hanya mereka yang tidak memperoleh tempat atau pekerjaan di sektor kehidupan lainnya. Dalam kondisi seperti itu tidak mungkin kita mengadakan pendidikan SD yang kita inginkan.
Kita harus akhiri masa lampau yang penuh kemunafikan itu, yaitu di satu pihak selalu kita katakan betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan bangsa, tetapi kita tidak pernah memberikan komitmen yang sepadan. Kita harus sanggup menetapkan bahwa lulusan APG yang menjadi Guru SD memperoleh gaji permulaan sebanyak Rp 800.000 dan setiap 2 tahun ada kenaikan gaji. Dengan gaji permulaan sebesar itu Guru SD akan cukup biaya hidupnya sehingga dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya serta bersikap kreatif untuk selalu meningkatkan kondisi sekolahnya. Di pihak lain dapat dilakukan kontrol dan penindakan yang lugas terhadap kinerja Guru SD yang kurang menunjukkan prestasi.
Perbaikan kesejahteraan Guru SD sekali gus memperbaiki status sosial Guru yang selama 50 tahun belakangan terus menurun. Kalau dulu seorang Guru adalah seorang terpandang di masyarakat dan khususnya di lingkungan hidupnya, sekarang orang cenderung menganggap pekerjaan Guru sebagai sambilan yang kurang berarti. Lulusan IKIP yang tidak terlalu cemerlang saja tidak mau menjadi Guru dan memilih menjadi wartawan. Kalau gaji permulaan Guru SD kita tetapkan pada angka tersebut, maka di satu pihak Guru didorong untuk berprestasi karena tanpa prestasi ia tidak akan mempunyai karier yang baik di masa depan. Di pihak lain masyarakat akan kembali melihat Guru sebagai anggota masyarakat yang merupakan orang yang dapat di Gugu dan di Tiru.
Tentu timbul pertanyaan bagaimana masyarakat dapat mengerahkan dana untuk gaji Guru tersebut. Pertama menjadi kewajiban Pemerintah untuk memperbaiki gaji Guru sesuai dengan sikapnya bahwa pendidikan amat penting bagi masa depan bangsa. Dan Pemerintah memang berkewajiban untuk meninjau kembali penentuan gaji bagi Pegawai Negeri Sipil kalau bersikap konsekuen untuk mengakhiri KKN di Indonesia. Bagi Guru yang bekerja di SD Swasta tentu gajinya diterima dari yayasan yang menyelenggarakan SD itu.
Di samping itu Pemerintah bersama Masyarakat sebaiknya membentuk satu Badan Kesejahteraan Guru yang fungsinya melakukan usaha agar kesejahteraan Guru terjamin, khususnya untuk Guru SD. Jadi kalau umpamanya gaji yang diterima Guru belum mencapai minimum Rp 800.000, maka kekurangannya disediakan oleh BKG tersebut. BKG mengusahakan itu dengan mempunyai modal abadi yang mula-mula diperoleh dari Pemerintah dan kemudian oleh pengurusnya terus dikembangkan dengan mengusahakan donasi dari segala pihak.
Di samping itu setiap SD tetap mempunyai Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3). Badan itu turut serta menjaga agar kesejahteraan Guru mendapat perhatian semestinya. Pendeknya, kita harus mencari segala kemungkinan agar dapat tercapai kesejahteraan Guru yang baik dengan pemberian gaji yang memadai. Dengan begitu di masa depan masalah utama seorang Guru bukan lagi bagaimana mendapat biaya hidup yang cukup, tetapi masalah utama yang dihadapi adalah meningkatkan profesionalismenya sebagai Guru yang bermutu.

MANAJEMEN SD YANG MENJAMIN MUTU PENDIDIKAN

Kita tidak akan dapat mencapai tujuan kita tanpa memperhatikan perbaikan mutu manajemen SD. Para Guru SD hanya dapat diharapkan bekerja dengan baik kalau mereka berada dalam satu lingkungan kerja yang memuaskan perasaan mereka. Hal itu harus dijamin oleh manajemen pendidikan yang baik.
Pertama harus ada pengaturan bahwa Kepala Sekolah adalah orang yang dapat diandalkan kemampuannya mengelola dan memimpin organisasi. Orang yang pandai dalam ilmu tidak otomatis seorang manajer dan pemimpin yang baik. Oleh sebab itu dalam kurikulum APG harus ada kuliah tentang manajemen dan kepemimpinan. Kemudian dalam karier Guru dibuka kemungkinan untuk menjadi Kepala Sekolah. Untuk terpilih menjadi Kepala Sekolah seorang Guru harus mempunyai pengalaman yang memadai, katakanlah sekurang-kurangnya sudah 10 tahun mengajar. Kemudian diadakan seleksi terhadap mereka yang berminat menjadi KS. Para calon KS kemudian mendapat pendidikan khusus tentang manajemen sekolah. Setelah selesai dari pendidikan itu dengan hasil baik mereka dapat diangkat menjadi KS.
Selain itu diperlukan Pengawas Pendidikan (PP) yang selalu mengawasi jalannya pendidikan atau menjamin Kendali Mutu (Quality Control). Tentu para KS bertanggungjawab atas jalannya sekolah yang dipimpinnya, termasuk mutu pendidikannya. Akan tetapi adalah fungsi PP untuk lebih meyakinkan bahwa pendidikan berjalan dengan baik. Selain itu PP mengadakan penelitian tentang hal-hal yang perlu memperoleh perubahan dalam manajemen, termasuk juga kurikulum yang berlaku. Para PP juga diperoleh dari Guru SD yang sudah berpengalaman sekitar 10 tahun dan berminat menjadi PP. Untuk menjadi PP harus pula diikuti pendidikan tertentu.
Harus diadakan manajemen karier untuk para Guru SD sejak ia lulus APG dan diterima menjadi Guru. Dalam rangka politik Pemerintah yang memberikan otonomi kepada Daerah Tk 2 semua SD merupakan tanggungjawab Daerah Tk. 2. Akan tetapi akan kurang baik bagi perkembangan Guru kalau manajemen kariernya juga di tangan Daerah Tk. 2. Harus dibuka kemungkinan bagi Guru untuk dapat bekerja di seluruh wilayah Indonesia. Pindah dari satu tempat dan sekolah ke tempat lainnya. Oleh sebab itu sebaiknya manajemen karier Guru dilakukan di tingkat Pusat. Malaysia yang merupakan negara federal menjalankan politik pendidikan yang dikelola terpusat. Sebab itu sekalipun kita memberikan otonomi luas kepada Daerah Tk. 2 ada hal-hal tertentu dalam pendidikan yang dilakukan terpusat untuk kepentingan semua pihak. Pendidikan Tinggi sebaiknya tetap dikelola terpusat dan karena itu APG juga demikian meskipun keberadaannya dapat ditentukan di mana saja. Maka manajemen karier Guru SD juga dilakukan terpusat meskipun ia bekerja di sekolah yang di dalam tanggungjawab Daerah Tk. 2.
Maka untuk memperoleh pendidikan SD yang bermutu di seluruh Indonesia diperlukan perhatian dan komitmen yang besar dari setiap pimpinan Daerah tk.2. Setiap Daerah harus bersedia untuk membangun dan memelihara fasilitas pendidikan SD yang sebaik mungkin. Selain itu harus mengurus agar setiap SD mendapat Kepala Sekolah yang baik dan sejumlah Guru Kelas serta Guru MP yang diperlukan. Juga harus diadakan sistem pengawasan yang saksama dengan merekrut Pengawas Pendidikan dalam jumlah yang memadai. Adalah kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyediakan kesejahteraan semestinya bagi mereka sesuai dengan konsep yang telah diuraikan.
Ada kemungkinan bahwa di Daerah tertentu tempat tinggal murid terlalu tersebar. Mendirikan SD untuk setiap lingkungan tempat tinggal menjadi terlalu mahal. Dalam hal itu sebaiknya diadakan SD yang letaknya relatif terpusat bagi mereka yang hidup tersebar di wilayah itu. Dan murid yang tinggal jauh dari sekolah diasramakan. Cara demikian tentu menambah beban bagi SD tersebut dan Daerah. Sebab dengan sendirinya pimpinan SD juga harus bertanggungjawab atas jalannya kehidupan asrama dan pendidikan atas anak yang seharusnya dilakukan para orang tua. Daerah harus membiayai pelaksanaan asrama dalam rangka wajib belajar. Akan tetapi pengurusan demikian lebih menjamin adanya pendidikan yang baik serta masa depan Daerah itu.

PENUTUP

Telah diusahakan untuk memberikan gambaran bagaimana memperbaiki profesionalisme dan kesejahteraan Guru, khususnya Guru SD. Akan tetapi masih sangat banyak yang belum dapat dikemukakan atau belum cukup disentuh.
Meskipun demikian kiranya makalah ini dapat dipakai sebagai bahan perbandingan atau titik permulaan dalam perbaikan pendidikan SD di Indonesia. Tidak mungkin kita dapat menarik manfaat maksimal dari penduduk Indonesia yang sudah melebih 200 juta kalau kita tidak dapat memebrikan pendidikan yang bermutu dan luas jangkauannya. Sedangkan seluruh pendidikan tergantung dari hasil yang diberikan oleh pendidikan SD.
Kita masih menghadapi banyak tantangan dan kesulitan sebelum dapat menghasilkan pendidikan SD yang cukup bermutu di seluruh Indonesia. Akan tetapi yang penting adalah kuatnya tekad kita untuk terus berusaha ke arah itu dan terus mengusahakan adanya Guru SD yang tinggi profesionalisme dan kesejahteraannya.

Manajemen Kinerja Guru

Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.
Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai :
“… sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan”.
Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik”
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “ Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?”. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut.
Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana guru dibimbing dan dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru, kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.
Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.
Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2) mendukung pengembangan profesional. Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar; (2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan pengembangan profesional guru .
Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :
1.Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)
2.Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan – catatan dalam kelas. Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3.Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.
Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak; (2) penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; (5) memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.


Sumber Bacaan :

Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research& Evaluation”. ERIC Digest. .
Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee Performance (terj. Ramelan). Jakarta : PPM.
*)) Akhmad Sudrajat, M.Pd. adalah staf pengajar pada Program Studi PE-AP FKIP-UNIKU dan Pengawas Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan